May 05, 2016

Artikel

PROBLEMATIKA MANAJEMEN KEUANGAN DI SEKOLAH MANIPULASI LAPORAN KEUANGAN SEKOLAH


PENDAHULUAN
Institusi, organisasi, lembaga atau bahkan diri manusia, dan termasuk juga sekolah membutuhkan adanya manajemen. Manajemen digunakan sebagai rujukan untuk mengatur atau mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan subsistem dan menghubungkannya dengan lingkungan organisasi, khususnya dalam pembinaan para anggotanya. Manajemen makin berkembang seiring dengan semakin kompleksnya tatanan kehidupan baik dalam organisasi pemerintah maupun lembaga-lembaga swasta karena tuntutan perkembangan zaman, manusia terus berupaya untuk mendapatkan alat pemecahan yang tepat guna, terpadu dan komprehensif. Demikian pula agar organisasi menjadi maju diperlukan manajemen yang baik untuk menata segala bidang yang ada di dalam organisasi yang bersangkutan, pembinaan terhadap anggota organisasi sebagai sumber daya manusia, bidang sarana dan prasarana, bidang administrasi dan termasuk juga bidang keuangan.
Manajemen keuangan merupakan salah satu substansi manajamen sekolah yang akan turut menentukan berjalannya kegiatan pendidikan di sekolah. Sebagaimana yang terjadi di substansi manajemen pendidikan pada umumnya, kegiatan manajemen keuangan dilakukan melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan atau pengendalian. Beberapa kegiatan manajemen keuangan yaitu memperoleh dan menetapkan sumber-sumber pendanaan, pemanfaatan dana, pelaporan, pemeriksaan dan pertanggung jawaban. Manajemen keuangan merupakan seluruh aktifitas atau kegiatan dalam rangka penggunaan dan pengalokasian dana sekolah secara efisien. Dalam penyelenggaraan pendidikan, keuangan dan pembiayaan merupakan potensi yang sangat menentukan dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kajian manajemen pendidikan. Komponen keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan belajar-mengajar di sekolah bersama dengan komponen-komponen yang lain. Dengan kata lain setiap kegiatan yang dilakukan sekolah memerlukan biaya, baik itu disadari maupun yang tidak disadari. Komponen keuangan dan pembiayaan ini perlu dikelola sebaik-baiknya, agar dana-dana yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Hal ini penting, terutama dalam rangka MBS, yang memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mencari dan memanfaatkan berbagai sumber dana sesuai dengan kebutuhan masing-masing sekolah karena pada umumnya dunia pendidikan selalu dihadapkan pada masalah keterbatasan dana, apa lagi dalam kondisi krisis pada sekarang ini.
Melalui kegiatan manajemen keuangan maka kebutuhan pendanaan kegiatan sekolah dapat direncanakan, diupayakan pengadaannya, dibukukan secara transparan, dan digunakan untuk membiayai pelaksanaan program sekolah secara efektif dan efisien. Tujuan dari manajemen keuangan sekolah untuk memperoleh, dan mencari peluang sumber-sumber pendanaan bagi kegiatan sekolah, agar bisa menggunakan dana secara efektif dan tidak melanggar aturan, dan membuat laporan keuangan yang transparan dan akuntabel.
Menurut Depdiknas (2000) bahwa manajemen keuangan merupakan tindakan pengurusan atau ketatausahaan keuangan yang meliputi pencatatan, perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban dan pelaporan. Dengan demikian, manajemen keuangan sekolah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas mengatur keuangan sekolah mulai dari perencanaan, pembukuan, pembelanjaan, pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan sekolah.
Laporan keuangan sekolah adalah sebagai alat pertanggungjawaban pengelolaan keuangan sekolah kepada pihak-pihak yang berwenang mengetahuinya. Sekolah wajib menyampaikan laporan di bidang keuangan terutama mengenai penerimaan dan pengeluaran keuangan sekolah. Begitu pula jika dana tersebut bersumber dari pemerintah maka akan dipertanggung jawabkan kepada pemerintah. Laporan keuangan seharusnya dibuat secara tranparan dan akuntabel. Tetapi terkadang laporan keuangan sekolah dibuat dengan kecurangan yang sadar. Sebagian kalangan beranggapan, bahwa mencurangi untuk kebaikan adalah baik. Maka mereka menganggap sah-sah saja membuat laporan palsu, yang penting uang tersebut digunakan untuk kepentingan bersama, demi kebaikan bersama, dan untuk dimakan bersama. Banyak alasan kenapa muncul laporan-laporan keuangan palsu, kuitansi palsu, tanda tangan palsu, begitu pula stempel palsu.

METODE
Penelitian ini menggunakan teknik studi literatur atau studi kepustakaan dengan mencari referensi teori yang relevan dengan kasus atau permasalahan yang ditemukan . Menurut Nazir (2003) dalam bukunya mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan,“Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.” Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari jurnal dan internet. Data-data yang sudah diperoleh kemudian dianalisis dengan analisis deskriptif. Metode ini dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis.

HASIL
Sekolah selalu melakukan kegiatan pembelajaan setiap tahunnya sesuai dengan RKAS yang telah disusun. Untuk itu, sekolah harus membuat laporan. Sementara, pada kenyataanya sering kali antara jumlah penerimaan dengan pengeluaran tidak cocok dan tidak sesuai dengan yang direncanakan. Jumlah yang nyatanya diterima kurang dari jumlah yang harus dilaporkan. Akhirnya, harus mencari-cari bukti pembelian palsu. Kuitansi palsu berisi pembelian buku, spidol, kertas, ongkos transportasi dana sebagainya. Sederet bukti-bukti palsu menjadi pekerjaan sehari hari bendahara. Selain mencari bukti-bukti palsu tersebut, juga bisa membuat bukti tersebut. Untuk hal ini, salah satu yang dilakukan adalah minta kuitansi kosongan di toko tempat membeli suatu barang. Saat membeli buku misalnya, minta kepada toko dua kuitansi. Satu kuitansi berisi pembelian buku. Satu kuitansi kosong digunakan untuk menulis bukti pembelian fiktif. Tujuannya adalah untuk melengkapi laporan penggunaan uang yang sebenarnya tidak digunakan. Kasus serupa juga ada dalam Tribun News (2010) yaitu adanya temuan KAKP dalam laporan penggunaan dana Block Grant RSBI tahun 2007 SDN Percontohan Kompleks UNJ. KAKP menemukan puluhan kuitansi fiktif serta markup dalam pengadaan barang di sekolah tersebut.
Hal serupa juga juga terjadi pada laporan pertanggungjawaban dana BOS. Berdasarkan berita pada koran kompas (2011), contoh manipulasi antara lain kuitansi percetakan soal ujian sekolah di bengkel AC mobil oleh SDN 012 RSBI Rawamangun. SPJ dana BOS sekolah ini ternyata menggunakan meterai yang belum berlaku. Bahkan lebih parah lagi, BPK tidak menemukan adanya SPJ dana BOS 2008. Berdasarkan audit BPK atas pengelolaan dana BOS tahun anggaran 2007 dan semester I 2008 pada 3.237 sekolah sampel di 33 provinsi, ditemukan nilai penyimpangan dana BOS lebih kurang Rp 28 miliar. Penyimpangan terjadi pada 2.054 atau 63,5 persen dari total sampel sekolah itu. Rata-rata penyimpangan setiap sekolah mencapai Rp 13,6 juta. Penyimpangan dana BOS yang terungkap antara lain dalam bentuk pemberian bantuan transportasi ke luar negeri, biaya sumbangan PGRI, dan insentif guru PNS.
Matu (2014) pada tulisannya mengungkapkan bahwa ia pernah memergoki seorang kepala sekolah yang sedang membuat laporan keuangan pertanggunganjawab BOS disebuah warnet, malah kami mendapati isi laporannya ternyata penuh dengan rekayasa dan manipulasi angka yang didukung dengan bon dan kuitansi palsu. Malah beberapa bon dan kuitansi pengeluaran didesign pada seorang operator warnet tersebut. Sang Kepala Sekolah ternyata sudah sering membuatkan laporan rekayasa BOS.

PEMBAHASAN
Proses manajemen keuangan sekolah secara umum meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pelaporan,dan pertanggungjawaban. Perencanaan keuangan sekolah diwujudkan dengan penyusunan RKAS. Tahap pelaksanaannya mengacu pada RKAS yang telah dibuat. Untuk pengawasan sendiri,dilakukan mulai dari perencanaan sampai pada pelaksanaan manajemen keuangan sekolah tersebut. Bentuk pengawasan itu dapat diwujudkan dengan adanya pelaporan keuangan. Sekolah harus membuat laporan keuangan terhadap pelaksanaan pengelolaan keuangan tersebut. Semua pengeluaran keuangan sekolah dari sumber manapun harus dipertanggungjawabkan, hal tersebut merupakan bentuk transparansi dalam pengelolaan keuangan. Dimana ada pendapatan, terdapat pula pengeluaran untuk berlangsungnya pembiayaan pendidikan. Ada berbagai macam pengeluaran untuk kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan dalam menunjang kualitas pendidikan (Arisyandi& Handayani, 2013).
Namun demikian prinsip transparansi dan kejujuran dalam pertanggung jawaban tersebut harus tetap dijunjung tinggi. Bendaharawan adalah pejabat yang berwenang melakukan penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang atau surat-surat berharga serta barang di dalam gudang atau tempat penyimpanan yang lain yang pengurusannya diwajibkan membuat perhitungan sebagai pertanggungjawaban. Dalam kaitan dengan pengelolaan keuangan tersebut, yang perlu diperhatikan oleh bendaharawan adalah pada setiap akhir tahun anggaran, bendahara harus membuat laporan keuangan untuk dicocokkan dengan RKAS, laporan keuangan tersebut harus dilampiri bukti-bukti pengeluaran yang ada, kuitansi atau bukti-bukti pembelian atau bukti penerimaan dan bukti pengeluaran lain, neraca keuangan juga harus ditunjukkan untuk diperiksa oleh tim pertanggung jawaban keuangan. Bagian yang juga bisa dikatakan penting dalam pengelolaan keuangan dalam suatu organisasi termasuk sekolah adalah pembukuan. Pembukan merupakan sumber informasi dari pertanggungjawaban keuangan yang akan disusun dalam bentuk laporan. Dalam tahap pembukuan ini semua penerimaan dan pengeluaran uang harus dipertanggungjawabkan.
Setiap transaksi keuangan yang berakibat penerimaan maupun pengeluaran atau pembayaran uang wajib dicatat oleh bendaharawan dalam buku yang sudah ditentukan. Penerimaan dan pengeluaran keuangan sekolah harus dipertanggung jawabkan menurut sumbernya. Penerimaan yang bersumber dari pemerintah dipertanggungjawabkan kepada pemerintah sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku. Sedangkan penerimaan yang bersumber dari bantuan masyarakat dipertanggungjawabkan kepada BP.3 dan dilaporkan kepada pemerintah. Laporan keuangan yang dibuat harus disesuaikan dengan catatan pada pembukuan. Pencatatan transaksi yang tercatat harus disertai bukti berupa nota, invoice, kuitansi dan lain-lain. Hal ini dilakukan sebagai kontrol atas pencatatan transaksi dengan bukti autentiknya. Bukti-bukti ini akan berguna jika dilakukan pemeriksaan, misalnya dalam hal pajak dan audit.Tanpa bukti transaksi, pembukuan keuangan dianggap tidak sah. Jadi, dapat dikatakan bahwa bukti-bukti transaksi itu sangat penting, maka bukti-bukti yang ada itu harusnya asli dan benar.
Namun pada kenyataannya, banyak bendaharawan sekolah yang memalsukan bukti-bukti tersebut. Bahkan, sampai ada bendahara sekolah yang membuat stempel dan nota ataupun kuitansi sendiri. Sehingga dapat digunakan sewaktu-waktu untuk membuat bukti transaksi keuangan. Misalnya, pada saat penyusuan laporan keuangan,terdapat beberapa puluh ribu yang tersisa dan tidak diketahui untuk apa uang itu digunakan. Maka, bendahara membuat nota fiktif transaksi pembelian ATK. Jadi, pada laporan keuangan, uang tersebut akan diketahui biaya pengeluaran untuk ATK, tapi sebenarnya tidak. Hal tersebut berlaku juga dengan bukti dengan bentuk kuitansi. Dengan adanya komputer, biasanya bendahara membuat kuitansi di komputer dengan format yang sudah diatur sedemikian rupa. Sehingga, tinggal mengisi untuk keperluan apa dengan nominal berapa. Contohnya, untuk uang lembur atau uang konsumsi sewaktu-waktu, atau tempat transaksi yang tidak memberikan bukti pembayaran. Jika, dilihat secara singkat, bendahara tersebut dapat dikatakan kreatif dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya. Tetapi, apabila dilihat lebih dalam lagi, hal tersebut jelas saja melanggar hukum. Bendahara tersebut bisa dikatakan telah melakukan kecurangan dan pemalsuan bukti transaksi keuangan sekolah. Kepala sekolah sebagai pengawasan pun, juga terkadang ikut terlibat dalam memanipulasi bukti-bukti tersebut. Padahal seharusnya, kepala sekolah sebagai pimpinan dan sekaligus pengawas, memberi contoh dan teladan, serta menegakkan peraturan yang ada.
Selain contoh di atas, banyak sekali kasus tentang manipulasi atau pemalsuan bukti kuangan sekolah. Terutama manipulasi pada pengelolaan dana BOS seperti pada hasil di atas. Sebetulnya selama ini banyak pengelola sekolah yang telah berusaha menyesuaikan dengan panduan pengelolaan dana BOS. Tetapi justru di sinilah letak persoalan yang lebih rumit dibanding apa yang telah ditemukan. Sebab demi menyamakan dengan panduan tersebut, para pengelola sekolah berusaha untuk membuat Surat Pertanggung jawaban (SPJ) penggunaan dana BOS serapi mungkin. Tidak peduli jika harus memalsukan laporan lengkap dengan lampiran kuitansi palsu sekalipun. Pokoknya SPJ itu tampak rasional dan pas dengan panduan. Kalau sudah begini dijamin akan membuat para aparat hukum dan KPK sekalipun akan menjadi salah tingkah. Mereka bisa merasakan adanya perampokan uang negara tetapi tidak mudah menemukan pelakunya. Sebab mereka tidak menemukan alat bukti fisik yang wajib dipenuhi apabila akan memprosesnya melalui jalur hukum. Namun tetap saja hal tersebut bertentangan dengan peraturan dan hukum yang ada. Manipulasi laporan keuangan tersebut juga dapat dikatakan sebagai bentuk pelanggaran profesi sebagai bendahara, karena hal ini mencederai norma-norma yang terkandung dalam etika profesi.
Solusi yang dapat diberikan terhadap permasalah yang terjadi di atas adalah hendaknya laporan keuangan sekolah tersebut harus selalu diaudit oleh pihak yang berwewenang. Setelah laporan keuangan lembaga-lembaga itu diaudit, laporan keuangan itu wajib dipublikasikan. Dengan dipublikasikannya laporan keuangan tersebut maka, prinsip transparansi pengelolaan keuangan juga dapat dipenuhi. Menerbitkan atau mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit merupakan wujud nyata adanya transparansi. Karena, laporan keuangan tersebut dapat dilihat dan diketahui oleh pihak-pihak yang berhak mengetahuinya, seperti orangtua wali murid. Orang tua siswa tersebut akan mengetahui untuk apa uang yang mereka bayarkan kepada sekolah. Selain itu, pihak-pihak yang mengetahui laporan keuangan tersebut dapat ikut serta mengawasi jalannya pengelolaan keuangan di sekolah tersebut. Sehingga, penyimpangan atau kecurangan-kecurangan akan dapat diminimalisir.
Selain itu, dari pihak yang bertransaksi dengan sekolah seharusnya tidak mengijinkan atau memberikan nota atau stempel untuk diduplikasi. Karena, meskipun laporan tersebut telah diaudit, namun jika bukti tersebut dipalsukan dengan nota dan stempel tersebut, maka akan sia-sia saja audit tersebut. Karena pada setiap rincian pengeluaran akan ada bukti transaksinya meskipun itu fiktif. Jadi, seharusnya pihak toko atau fotocopy dan lain-lainnya tidak memberikan nota kosongnya atau stempel untuk bisa diduplikasikan. Sehingga, keaslian bukti laporan keuangan bisa terjaga. Lalu, untuk kepala sekolah seharusnya lebih tegas melihat hal tersebut. Kepala sekolah bisa memberikan sanksi kepada bendahara yang melakukan penyimpangan itu. Pengawasan yang intensif dari kepala sekolah juga perlu untuk dapat mencegah permasalahan tersebut.
Namun, yang lebih utama adalah bendaharawan itu sendiri. Sebagai orang yang diberi tugas tersebut seharusnya bendahara harus melaksanakan tugasnya dengan baik dan bertanggungjawab. Pelaksanaan tugas tersebut harus dilakukan berdasarkan prinsip dan etika profesi yang ada. Jika bendaharawan menyadari secara penuh tentang etika profesinya, seharusnya penyimpangan tersebut tidak terjadi. Selain itu, bendarawan juga dapat mengikuti pelatihan tentang bagaimana cara menyusun laporan keuangan yang baik dan benar. Kegiatan tersebut akan menambah ilmu bendaharawan sekolah tentang pengelolaan pendidikan terutama di sekolah serta dapat menjadi acuan cara penyusunan laporan keuangan yang sesuai dengan peraturan yang ada.


KESIMPULAN DAN SARAN
Manajemen keuangan merupakan salah satu substansi manajamen sekolah yang akan turut menentukan berjalannya kegiatan pendidikan di sekolah. Proses manajemen keuangan sekolah secara umum meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pelaporan,dan pertanggungjawaban. Laporan keuangan merupakan alat pertanggungjawaban keuangan sekolah. Sehingga, seharusnya laporan tersebut disusun dan dibuat dengan baik, benar, dan tidak dibuat-buat. Namun, pada kenyataannya, banyak sekali kasus manipulasi laporan keuangan tersebut terutama pada bukti-bukti transaksi keuangan. Solusi yang dapat diberikan terhadap permasalah yang terjadi di atas adalah hendaknya laporan keuangan sekolah tersebut harus selalu diaudit oleh pihak yang berwewenang. Setelah laporan keuangan lembaga-lembaga itu diaudit, laporan keuangan itu wajib dipublikasikan. Menerbitkan atau mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit merupakan wujud nyata adanya transparansi. Dari pihak yang bertransaksi dengan sekolah, seharusnya tidak mengijinkan atau memberikan nota atau stempel untuk diduplikasi. Sehingga, keaslian bukti laporan keuangan bisa terjaga. Lalu, untuk kepala sekolah bisa memberikan sanksi kepada bendahara yang melakukan penyimpangan itu. Pengawasan yang intensif dari kepala sekolah juga perlu untuk dapat mencegah permasalahan tersebut. Untuk bendaharawan, sebagai orang yang diberi tugas tersebut seharusnya bendahara harus melaksanakan tugasnya dengan baik dan bertanggungjawab. Bendarawan juga dapat mengikuti pelatihan tentang bagaimana cara menyusun laporan keuangan yang baik dan benar.
Saran yang dapat diberikan yaitu sebaiknya pengauditan laporan keuangan dilaksanakan secara intensif, bukan hanya dilakukan satu atau dua kali dalam setahun. Sehingga, masalah-masalah yang akan timbul dapat diminimalisir. Kemudian, sebaiknya bendaharawan sekolah diberikan pelatihan setiap tahunnya bagaimana cara menyusun laporan keuangan yang baik dan benar.


DAFTAR RUJUKAN
Astryd Arisyandi, Astryd & Handayani, Nur. 2013. Analisis Keuangan untuk Menilai Kinerja Manajemen Berbasis Sekolah. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi, 2 (1).
Depdiknas. 2000. Panduan Pelatihan untuk Mengembangkan Sekolah.  Jakarta: Depdiknas.
Kompas. 2011. Skandal Dana BOS, (http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/01/15/03155795/twitter.com), (online), diakses 1 Desmber 2015.
Matu, Francius. 2014. Guru Kini Bukan Guru, Tapi Pengajar Miskin Wawasan, (online), (http://www.kompasiana.com/franciusmatu/guru-kini-bukan-guru-tapi-pengajar-miskin-wawasan_54f93242a333112c048b49c0), diakses 3 Desember 2015.
Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Tribun News. 2010. Buka Seluruh Laporan Keuangan Sekolah RSBI dan SBI pada Publik, (online), (http://www.tribunnews.com/tribunners/2010/06/11/buka-seluruh-laporan-keuangan-sekolah-rsbi-dan-sbi-pada-publik), diakses 3 Desember 2015. 

1 comment:

thanks for your comment :)