PROBLEMATIKA MANAJEMEN KEUANGAN DI SEKOLAH MANIPULASI LAPORAN KEUANGAN SEKOLAH
PENDAHULUAN
Institusi, organisasi, lembaga
atau bahkan diri manusia, dan termasuk juga sekolah membutuhkan adanya
manajemen. Manajemen digunakan sebagai rujukan untuk mengatur atau
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan subsistem dan menghubungkannya dengan
lingkungan organisasi, khususnya dalam pembinaan para anggotanya. Manajemen
makin berkembang seiring dengan semakin kompleksnya tatanan kehidupan baik
dalam organisasi pemerintah maupun lembaga-lembaga swasta karena tuntutan
perkembangan zaman, manusia terus berupaya untuk mendapatkan alat pemecahan
yang tepat guna, terpadu dan komprehensif. Demikian pula agar organisasi menjadi
maju diperlukan manajemen yang baik untuk menata segala bidang yang ada di dalam
organisasi yang bersangkutan, pembinaan terhadap anggota organisasi sebagai
sumber daya manusia, bidang sarana dan prasarana, bidang administrasi dan
termasuk juga bidang keuangan.
Manajemen keuangan merupakan
salah satu substansi manajamen sekolah yang akan turut menentukan berjalannya
kegiatan pendidikan di sekolah. Sebagaimana yang terjadi di substansi manajemen
pendidikan pada umumnya, kegiatan manajemen keuangan dilakukan melalui proses
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan atau
pengendalian. Beberapa kegiatan manajemen keuangan yaitu memperoleh dan
menetapkan sumber-sumber pendanaan, pemanfaatan dana, pelaporan, pemeriksaan
dan pertanggung jawaban. Manajemen keuangan merupakan seluruh aktifitas atau
kegiatan dalam rangka penggunaan dan pengalokasian dana sekolah secara efisien.
Dalam penyelenggaraan pendidikan, keuangan dan pembiayaan merupakan potensi
yang sangat menentukan dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kajian
manajemen pendidikan. Komponen keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah
merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan
belajar-mengajar di sekolah bersama dengan komponen-komponen yang lain. Dengan
kata lain setiap kegiatan yang dilakukan sekolah memerlukan biaya, baik itu
disadari maupun yang tidak disadari. Komponen keuangan dan pembiayaan ini perlu
dikelola sebaik-baiknya, agar dana-dana yang ada dapat dimanfaatkan secara
optimal untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Hal ini penting, terutama
dalam rangka MBS, yang memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mencari dan
memanfaatkan berbagai sumber dana sesuai dengan kebutuhan masing-masing sekolah
karena pada umumnya dunia pendidikan selalu dihadapkan pada masalah
keterbatasan dana, apa lagi dalam kondisi krisis pada sekarang ini.
Melalui kegiatan manajemen
keuangan maka kebutuhan pendanaan kegiatan sekolah dapat direncanakan,
diupayakan pengadaannya, dibukukan secara transparan, dan digunakan untuk
membiayai pelaksanaan program sekolah secara efektif dan efisien. Tujuan dari
manajemen keuangan sekolah untuk memperoleh, dan mencari peluang sumber-sumber
pendanaan bagi kegiatan sekolah, agar bisa menggunakan dana secara efektif dan
tidak melanggar aturan, dan membuat laporan keuangan yang transparan dan
akuntabel.
Menurut Depdiknas (2000) bahwa
manajemen keuangan merupakan tindakan pengurusan atau ketatausahaan keuangan
yang meliputi pencatatan, perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban dan
pelaporan. Dengan demikian, manajemen keuangan sekolah dapat diartikan sebagai
rangkaian aktivitas mengatur keuangan sekolah mulai dari perencanaan,
pembukuan, pembelanjaan, pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan sekolah.
Laporan keuangan sekolah adalah sebagai
alat pertanggungjawaban pengelolaan keuangan sekolah kepada pihak-pihak yang
berwenang mengetahuinya. Sekolah wajib menyampaikan laporan di bidang keuangan
terutama mengenai penerimaan dan pengeluaran keuangan sekolah. Begitu pula jika
dana tersebut bersumber dari pemerintah maka akan dipertanggung jawabkan kepada
pemerintah. Laporan keuangan seharusnya dibuat secara tranparan dan akuntabel.
Tetapi terkadang laporan keuangan sekolah dibuat dengan kecurangan yang sadar.
Sebagian kalangan beranggapan, bahwa mencurangi untuk kebaikan adalah baik. Maka
mereka menganggap sah-sah saja membuat laporan palsu, yang penting uang
tersebut digunakan untuk kepentingan bersama, demi kebaikan bersama, dan untuk
dimakan bersama. Banyak alasan kenapa muncul laporan-laporan keuangan palsu,
kuitansi palsu, tanda tangan palsu, begitu pula stempel palsu.
METODE
Penelitian ini menggunakan
teknik studi literatur atau studi kepustakaan dengan mencari referensi teori
yang relevan dengan kasus atau permasalahan yang ditemukan . Menurut Nazir
(2003) dalam bukunya mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan,“Studi kepustakaan
adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap
buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada
hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.” Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data yang diperoleh dari jurnal dan internet. Data-data
yang sudah diperoleh kemudian dianalisis dengan analisis deskriptif. Metode ini
dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan
analisis.
HASIL
Sekolah selalu melakukan
kegiatan pembelajaan setiap tahunnya sesuai dengan RKAS yang telah disusun.
Untuk itu, sekolah harus membuat laporan. Sementara, pada kenyataanya sering
kali antara jumlah penerimaan dengan pengeluaran tidak cocok dan tidak sesuai
dengan yang direncanakan. Jumlah yang nyatanya diterima kurang dari jumlah yang
harus dilaporkan. Akhirnya, harus mencari-cari bukti pembelian palsu. Kuitansi
palsu berisi pembelian buku, spidol, kertas, ongkos transportasi dana sebagainya.
Sederet bukti-bukti palsu menjadi pekerjaan sehari hari bendahara. Selain
mencari bukti-bukti palsu tersebut, juga bisa membuat bukti tersebut. Untuk hal
ini, salah satu yang dilakukan adalah minta kuitansi kosongan di toko tempat
membeli suatu barang. Saat membeli buku misalnya, minta kepada toko dua
kuitansi. Satu kuitansi berisi pembelian buku. Satu kuitansi kosong digunakan
untuk menulis bukti pembelian fiktif. Tujuannya adalah untuk melengkapi laporan
penggunaan uang yang sebenarnya tidak digunakan. Kasus serupa juga ada dalam
Tribun News (2010) yaitu adanya temuan KAKP dalam laporan penggunaan dana Block
Grant RSBI tahun 2007 SDN Percontohan Kompleks UNJ. KAKP menemukan puluhan kuitansi
fiktif serta markup dalam pengadaan barang di sekolah tersebut.
Hal serupa juga juga terjadi
pada laporan pertanggungjawaban dana BOS. Berdasarkan berita pada koran kompas
(2011), contoh manipulasi antara lain kuitansi percetakan soal ujian sekolah di
bengkel AC mobil oleh SDN 012 RSBI Rawamangun. SPJ dana BOS sekolah ini
ternyata menggunakan meterai yang belum berlaku. Bahkan lebih parah lagi, BPK
tidak menemukan adanya SPJ dana BOS 2008. Berdasarkan audit BPK atas
pengelolaan dana BOS tahun anggaran 2007 dan semester I 2008 pada 3.237 sekolah
sampel di 33 provinsi, ditemukan nilai penyimpangan dana BOS lebih kurang Rp 28
miliar. Penyimpangan terjadi pada 2.054 atau 63,5 persen dari total sampel
sekolah itu. Rata-rata penyimpangan setiap sekolah mencapai Rp 13,6 juta.
Penyimpangan dana BOS yang terungkap antara lain dalam bentuk pemberian bantuan
transportasi ke luar negeri, biaya sumbangan PGRI, dan insentif guru PNS.
Matu (2014) pada tulisannya
mengungkapkan bahwa ia pernah memergoki seorang kepala sekolah yang sedang
membuat laporan keuangan pertanggunganjawab BOS disebuah warnet, malah kami mendapati
isi laporannya ternyata penuh dengan rekayasa dan manipulasi angka yang
didukung dengan bon dan kuitansi palsu. Malah beberapa bon dan kuitansi
pengeluaran didesign pada seorang operator warnet tersebut. Sang Kepala Sekolah
ternyata sudah sering membuatkan laporan rekayasa BOS.
PEMBAHASAN
Proses manajemen keuangan
sekolah secara umum meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pelaporan,dan pertanggungjawaban. Perencanaan keuangan sekolah diwujudkan
dengan penyusunan RKAS. Tahap pelaksanaannya mengacu pada RKAS yang telah
dibuat. Untuk pengawasan sendiri,dilakukan mulai dari perencanaan sampai pada
pelaksanaan manajemen keuangan sekolah tersebut. Bentuk pengawasan itu dapat diwujudkan
dengan adanya pelaporan keuangan. Sekolah harus membuat laporan keuangan terhadap
pelaksanaan pengelolaan keuangan tersebut. Semua pengeluaran keuangan sekolah
dari sumber manapun harus dipertanggungjawabkan, hal tersebut merupakan bentuk
transparansi dalam pengelolaan keuangan. Dimana ada pendapatan, terdapat pula
pengeluaran untuk berlangsungnya pembiayaan pendidikan. Ada berbagai macam
pengeluaran untuk kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan dalam menunjang
kualitas pendidikan (Arisyandi& Handayani, 2013).
Namun demikian prinsip
transparansi dan kejujuran dalam pertanggung jawaban tersebut harus tetap
dijunjung tinggi. Bendaharawan adalah pejabat yang berwenang melakukan
penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang atau surat-surat berharga serta
barang di dalam gudang atau tempat penyimpanan yang lain yang pengurusannya
diwajibkan membuat perhitungan sebagai pertanggungjawaban. Dalam kaitan dengan
pengelolaan keuangan tersebut, yang perlu diperhatikan oleh bendaharawan adalah
pada setiap akhir tahun anggaran, bendahara harus membuat laporan keuangan untuk
dicocokkan dengan RKAS, laporan keuangan tersebut harus dilampiri bukti-bukti
pengeluaran yang ada, kuitansi atau bukti-bukti pembelian atau bukti penerimaan
dan bukti pengeluaran lain, neraca keuangan juga harus ditunjukkan untuk
diperiksa oleh tim pertanggung jawaban keuangan. Bagian yang juga bisa
dikatakan penting dalam pengelolaan keuangan dalam suatu organisasi termasuk
sekolah adalah pembukuan. Pembukan merupakan sumber informasi dari
pertanggungjawaban keuangan yang akan disusun dalam bentuk laporan. Dalam tahap
pembukuan ini semua penerimaan dan pengeluaran uang harus
dipertanggungjawabkan.
Setiap transaksi keuangan yang
berakibat penerimaan maupun pengeluaran atau pembayaran uang wajib dicatat oleh
bendaharawan dalam buku yang sudah ditentukan. Penerimaan dan pengeluaran
keuangan sekolah harus dipertanggung jawabkan menurut sumbernya. Penerimaan
yang bersumber dari pemerintah dipertanggungjawabkan kepada pemerintah sesuai
dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku. Sedangkan penerimaan yang
bersumber dari bantuan masyarakat dipertanggungjawabkan kepada BP.3 dan
dilaporkan kepada pemerintah. Laporan keuangan yang dibuat harus disesuaikan
dengan catatan pada pembukuan. Pencatatan transaksi yang tercatat harus disertai
bukti berupa nota, invoice, kuitansi dan lain-lain. Hal ini dilakukan sebagai
kontrol atas pencatatan transaksi dengan bukti autentiknya. Bukti-bukti ini
akan berguna jika dilakukan pemeriksaan, misalnya dalam hal pajak dan
audit.Tanpa bukti transaksi, pembukuan keuangan dianggap tidak sah. Jadi, dapat
dikatakan bahwa bukti-bukti transaksi itu sangat penting, maka bukti-bukti yang
ada itu harusnya asli dan benar.
Namun pada kenyataannya, banyak
bendaharawan sekolah yang memalsukan bukti-bukti tersebut. Bahkan, sampai ada
bendahara sekolah yang membuat stempel dan nota ataupun kuitansi sendiri.
Sehingga dapat digunakan sewaktu-waktu untuk membuat bukti transaksi keuangan.
Misalnya, pada saat penyusuan laporan keuangan,terdapat beberapa puluh ribu
yang tersisa dan tidak diketahui untuk apa uang itu digunakan. Maka, bendahara
membuat nota fiktif transaksi pembelian ATK. Jadi, pada laporan keuangan, uang
tersebut akan diketahui biaya pengeluaran untuk ATK, tapi sebenarnya tidak. Hal
tersebut berlaku juga dengan bukti dengan bentuk kuitansi. Dengan adanya
komputer, biasanya bendahara membuat kuitansi di komputer dengan format yang
sudah diatur sedemikian rupa. Sehingga, tinggal mengisi untuk keperluan apa
dengan nominal berapa. Contohnya, untuk uang lembur atau uang konsumsi
sewaktu-waktu, atau tempat transaksi yang tidak memberikan bukti pembayaran. Jika,
dilihat secara singkat, bendahara tersebut dapat dikatakan kreatif dalam
menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya. Tetapi, apabila dilihat lebih
dalam lagi, hal tersebut jelas saja melanggar hukum. Bendahara tersebut bisa
dikatakan telah melakukan kecurangan dan pemalsuan bukti transaksi keuangan
sekolah. Kepala sekolah sebagai pengawasan pun, juga terkadang ikut terlibat
dalam memanipulasi bukti-bukti tersebut. Padahal seharusnya, kepala sekolah
sebagai pimpinan dan sekaligus pengawas, memberi contoh dan teladan, serta
menegakkan peraturan yang ada.
Selain contoh di atas, banyak
sekali kasus tentang manipulasi atau pemalsuan bukti kuangan sekolah. Terutama
manipulasi pada pengelolaan dana BOS seperti pada hasil di atas. Sebetulnya
selama ini banyak pengelola sekolah yang telah berusaha menyesuaikan dengan
panduan pengelolaan dana BOS. Tetapi justru di sinilah letak persoalan yang
lebih rumit dibanding apa yang telah ditemukan. Sebab demi menyamakan dengan
panduan tersebut, para pengelola sekolah berusaha untuk membuat Surat
Pertanggung jawaban (SPJ) penggunaan dana BOS serapi mungkin. Tidak peduli jika
harus memalsukan laporan lengkap dengan lampiran kuitansi palsu sekalipun. Pokoknya
SPJ itu tampak rasional dan pas dengan panduan. Kalau sudah begini dijamin akan
membuat para aparat hukum dan KPK sekalipun akan menjadi salah tingkah. Mereka
bisa merasakan adanya perampokan uang negara tetapi tidak mudah menemukan
pelakunya. Sebab mereka tidak menemukan alat bukti fisik yang wajib dipenuhi
apabila akan memprosesnya melalui jalur hukum. Namun tetap saja hal tersebut
bertentangan dengan peraturan dan hukum yang ada. Manipulasi laporan keuangan
tersebut juga dapat dikatakan sebagai bentuk pelanggaran profesi sebagai
bendahara, karena hal ini mencederai norma-norma yang terkandung dalam etika
profesi.
Solusi yang dapat diberikan
terhadap permasalah yang terjadi di atas adalah hendaknya laporan keuangan
sekolah tersebut harus selalu diaudit oleh pihak yang berwewenang. Setelah
laporan keuangan lembaga-lembaga itu diaudit, laporan keuangan itu wajib
dipublikasikan. Dengan dipublikasikannya laporan keuangan tersebut maka,
prinsip transparansi pengelolaan keuangan juga dapat dipenuhi. Menerbitkan atau
mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit merupakan wujud nyata
adanya transparansi. Karena, laporan keuangan tersebut dapat dilihat dan
diketahui oleh pihak-pihak yang berhak mengetahuinya, seperti orangtua wali
murid. Orang tua siswa tersebut akan mengetahui untuk apa uang yang mereka
bayarkan kepada sekolah. Selain itu, pihak-pihak yang mengetahui laporan
keuangan tersebut dapat ikut serta mengawasi jalannya pengelolaan keuangan di
sekolah tersebut. Sehingga, penyimpangan atau kecurangan-kecurangan akan dapat
diminimalisir.
Selain itu, dari pihak yang
bertransaksi dengan sekolah seharusnya tidak mengijinkan atau memberikan nota
atau stempel untuk diduplikasi. Karena, meskipun laporan tersebut telah diaudit,
namun jika bukti tersebut dipalsukan dengan nota dan stempel tersebut, maka
akan sia-sia saja audit tersebut. Karena pada setiap rincian pengeluaran akan
ada bukti transaksinya meskipun itu fiktif. Jadi, seharusnya pihak toko atau
fotocopy dan lain-lainnya tidak memberikan nota kosongnya atau stempel untuk
bisa diduplikasikan. Sehingga, keaslian bukti laporan keuangan bisa terjaga. Lalu,
untuk kepala sekolah seharusnya lebih tegas melihat hal tersebut. Kepala
sekolah bisa memberikan sanksi kepada bendahara yang melakukan penyimpangan
itu. Pengawasan yang intensif dari kepala sekolah juga perlu untuk dapat
mencegah permasalahan tersebut.
Namun, yang lebih utama adalah
bendaharawan itu sendiri. Sebagai orang yang diberi tugas tersebut seharusnya
bendahara harus melaksanakan tugasnya dengan baik dan bertanggungjawab.
Pelaksanaan tugas tersebut harus dilakukan berdasarkan prinsip dan etika
profesi yang ada. Jika bendaharawan menyadari secara penuh tentang etika
profesinya, seharusnya penyimpangan tersebut tidak terjadi. Selain itu, bendarawan
juga dapat mengikuti pelatihan tentang bagaimana cara menyusun laporan keuangan
yang baik dan benar. Kegiatan tersebut akan menambah ilmu bendaharawan sekolah
tentang pengelolaan pendidikan terutama di sekolah serta dapat menjadi acuan
cara penyusunan laporan keuangan yang sesuai dengan peraturan yang ada.
KESIMPULAN DAN SARAN
Manajemen keuangan merupakan
salah satu substansi manajamen sekolah yang akan turut menentukan berjalannya
kegiatan pendidikan di sekolah. Proses manajemen keuangan sekolah secara umum
meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pelaporan,dan
pertanggungjawaban. Laporan keuangan merupakan alat pertanggungjawaban keuangan
sekolah. Sehingga, seharusnya laporan tersebut disusun dan dibuat dengan baik,
benar, dan tidak dibuat-buat. Namun, pada kenyataannya, banyak sekali kasus
manipulasi laporan keuangan tersebut terutama pada bukti-bukti transaksi
keuangan. Solusi yang dapat diberikan terhadap permasalah yang terjadi di atas
adalah hendaknya laporan keuangan sekolah tersebut harus selalu diaudit oleh
pihak yang berwewenang. Setelah laporan keuangan lembaga-lembaga itu diaudit,
laporan keuangan itu wajib dipublikasikan. Menerbitkan atau mempublikasikan
laporan keuangan yang telah diaudit merupakan wujud nyata adanya transparansi.
Dari pihak yang bertransaksi dengan sekolah, seharusnya tidak mengijinkan atau
memberikan nota atau stempel untuk diduplikasi. Sehingga, keaslian bukti
laporan keuangan bisa terjaga. Lalu, untuk kepala sekolah bisa memberikan
sanksi kepada bendahara yang melakukan penyimpangan itu. Pengawasan yang
intensif dari kepala sekolah juga perlu untuk dapat mencegah permasalahan
tersebut. Untuk bendaharawan, sebagai orang yang diberi tugas tersebut
seharusnya bendahara harus melaksanakan tugasnya dengan baik dan
bertanggungjawab. Bendarawan juga dapat mengikuti pelatihan tentang bagaimana
cara menyusun laporan keuangan yang baik dan benar.
Saran yang dapat diberikan yaitu
sebaiknya pengauditan laporan keuangan dilaksanakan secara intensif, bukan
hanya dilakukan satu atau dua kali dalam setahun. Sehingga, masalah-masalah
yang akan timbul dapat diminimalisir. Kemudian, sebaiknya bendaharawan sekolah
diberikan pelatihan setiap tahunnya bagaimana cara menyusun laporan keuangan
yang baik dan benar.
DAFTAR RUJUKAN
Astryd Arisyandi, Astryd & Handayani, Nur. 2013. Analisis Keuangan
untuk Menilai Kinerja Manajemen Berbasis Sekolah. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi, 2 (1).
Depdiknas. 2000. Panduan
Pelatihan untuk Mengembangkan Sekolah.
Jakarta: Depdiknas.
Kompas. 2011. Skandal Dana BOS,
(http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/01/15/03155795/twitter.com), (online), diakses 1 Desmber 2015.
Matu, Francius. 2014. Guru Kini Bukan Guru, Tapi Pengajar Miskin
Wawasan, (online), (http://www.kompasiana.com/franciusmatu/guru-kini-bukan-guru-tapi-pengajar-miskin-wawasan_54f93242a333112c048b49c0), diakses 3 Desember 2015.
Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Tribun News. 2010. Buka Seluruh
Laporan Keuangan Sekolah RSBI dan SBI pada Publik, (online), (http://www.tribunnews.com/tribunners/2010/06/11/buka-seluruh-laporan-keuangan-sekolah-rsbi-dan-sbi-pada-publik),
diakses 3 Desember 2015.
luar biasa
ReplyDelete